![]() |
Sumber : Unplash |
Rumadi Akhmad, Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden, mengatakan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 yang berisi pedoman baru Kementerian Agama sangat penting untuk mencegah dan memberantas kekerasan seksual di bidang pendidikan. institusi. Kementerian Agama (Kemenag) melarang aktivitas seperti bersiul dan menatap yang berbau seksual.
Rumadi menegaskan, kekerasan seksual bisa terjadi di mana-mana, bahkan di fasilitas pendidikan yang diawasi Kementerian Agama.
Diberitakan Antara, Jumat (21/10) mengatakan, "Misalnya, peristiwa mengerikan di lembaga pendidikan agama di Bandung dan di Jombang beberapa waktu lalu menarik perhatian publik."
Rumadi mengatakan, salah satu indikasi komitmen pemerintah dalam pencegahan kekerasan seksual, penanganannya, dan pendampingan korban adalah dengan terbitnya PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama (Kemenag ).
Menurut Rumadi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga dilaksanakan melalui PMA (TPKS).
Namun Rumadi mencatat, selain PMA, Kemenag harus lebih banyak melakukan sosialisasi dan pemahaman yang jelas tentang definisi dan jenis-jenis tindak kekerasan seksual.
Dengan demikian, semua pihak yang terlibat dalam lembaga pendidikan agama, baik resmi maupun informal, dapat bertindak cepat dalam kasus pelecehan seksual dan merawat korban secara memadai.
Rumadi juga menggarisbawahi perlunya pusat pelayanan dan jalur pengaduan bagi lembaga pendidikan agama.
Untuk memastikan bahwa semua korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan terbaik, katanya, "pusat pengaduan dan layanan sangat penting."
Pada 5 Oktober 2022, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menandatangani PMA Nomor 73/2022.
PMA mengendalikan banyak satuan pendidikan dari jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, menurut situs resmi Kementerian Agama. Madrasah, pondok pesantren, dan program pendidikan agama semuanya termasuk dalam jalur pendidikan.
Ada 20 artikel dan tujuh bab dalam PMA yang mencakup 16 jenis kekerasan seksual yang berbeda, termasuk pernyataan yang menyinggung atau melecehkan berdasarkan identitas gender, daya tarik fisik, atau tipe tubuh.
Selain itu, dianggap sebagai serangan seksual ketika kata-kata yang dibuat kepada korban melibatkan rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bersifat seksual.